Nama Prita Mulyasari tiba-tiba begitu populer belakangan ini. Kasus yg dialaminya tidak hanya menjadi perhatian publik di dalam negeri tapi juga sudah menyita perhatian dunia.
Kasus yg menimpa Prita memang sangat fenomenal. Bagaimana tidak, seorang yang mencurahkan perasaan kecewanya kepada temannya melalui e-mail atas pelayanan rumah sakit yg buruk terhadapnya, justru dituduh telah melakukan pencemaran nama baik, dan yang lebih luar biasa lagi, aparat hukum kita bertindak begitu agresif dengan melakukan penahanan terhadap dirinya, meski 3 minggu kemudian, atas desakan banyak orang penting, ibu dua anak yg malang itu dikeluarkan dari tahanan dan berganti status sebagai tahanan kota.
Prita dituduh telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, tepatnya dia dituduh telah melanggar Pasal 27 juncto Pasal 45 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sangat ironis memang nasib yg dialami Prita, bisa diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga pula, setelah mendapat pelayanan yg buruk di rumah sakit, sekedar hanya ingin curhat, malah dimasukkan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Sebenarnya respon yang dilakukan oleh pihak rumah sakit tersebut adalah hal yg lumrah jika ditinjau dari aspek bisnis. Tersebarnya e-mail Prita di milis internet tentu sangat merugikan marketing mereka. Yang menjadi tidak wajar adalah respon pihak rumah sakit yang berlebihan. Keberatan pihak rumah sakit atas e-mail Prita tersebut sebenarnya cukup dilakukan dengan menggunakan Hak Jawab pihak rumah sakit, tidak perlu sampai menuntut ke pengadilan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan aparat hukum yang terkesan sangat berlebihan, hanya karena e-mail curhat itu, Prita dijerat dengan Undang-undang ITE dan Pidana.
Sebagaimana diungkapkan oleh Wakadiv. Humas Polri, Brigjen. (Pol) Sulistyo Ishak, penyidik harus bersikap netral dalam menerima laporan pencemaran nama baik, ketika polisi menerima laporan tersebut, tidak berarti polisi berpihak kepada pelapor, namun polisi juga harus menelisik apakah memang betul ada unsur pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan, apabila tidak memenuhi unsur pidana, maka penyidikannya bisa dihentikan.
Jaksa Agung, Hendarman Supandji juga telah mengakui ketidakprofesionalan anak buahnya dan telah memerintahkan dilakukannya eksaminasi khusus, segala sesuatu yang menyangkut penanganan perkara tersebut. Bahkan menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga, jika ditemukan indikasi suap dalam kasus tersebut, maka jaksa yang menangani kasus tersebut dapat langsung masuk ke pengawasan fungsional, bahkan bisa juga dipidana. Namun kenyataannya kini, jaksa penuntut tetap melanjutkan tuntutannya dengan alasan mereka meyakini Prita memang telah melakukan pencemaran nama baik.
Kasus Prita ini jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia untuk mengeluarkan pendapat, perlindungan terhadap pasien, dan indikasi buruknya pelayanan kesehatan di negeri ini. Banyaknya keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan di rumah sakit akan terus berlanjut karena pihak rumah sakit dapat berlindung di balik pasal-pasal karet tentang pencemaran nama baik, tergantung pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Kasus ini juga akan menjadi pertaruhan kredibilitas aparat penegak hukum kita di mata internasional yang semakin buruk.
Kasus yg menimpa Prita memang sangat fenomenal. Bagaimana tidak, seorang yang mencurahkan perasaan kecewanya kepada temannya melalui e-mail atas pelayanan rumah sakit yg buruk terhadapnya, justru dituduh telah melakukan pencemaran nama baik, dan yang lebih luar biasa lagi, aparat hukum kita bertindak begitu agresif dengan melakukan penahanan terhadap dirinya, meski 3 minggu kemudian, atas desakan banyak orang penting, ibu dua anak yg malang itu dikeluarkan dari tahanan dan berganti status sebagai tahanan kota.
Prita dituduh telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, tepatnya dia dituduh telah melanggar Pasal 27 juncto Pasal 45 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sangat ironis memang nasib yg dialami Prita, bisa diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga pula, setelah mendapat pelayanan yg buruk di rumah sakit, sekedar hanya ingin curhat, malah dimasukkan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Sebenarnya respon yang dilakukan oleh pihak rumah sakit tersebut adalah hal yg lumrah jika ditinjau dari aspek bisnis. Tersebarnya e-mail Prita di milis internet tentu sangat merugikan marketing mereka. Yang menjadi tidak wajar adalah respon pihak rumah sakit yang berlebihan. Keberatan pihak rumah sakit atas e-mail Prita tersebut sebenarnya cukup dilakukan dengan menggunakan Hak Jawab pihak rumah sakit, tidak perlu sampai menuntut ke pengadilan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan aparat hukum yang terkesan sangat berlebihan, hanya karena e-mail curhat itu, Prita dijerat dengan Undang-undang ITE dan Pidana.
Sebagaimana diungkapkan oleh Wakadiv. Humas Polri, Brigjen. (Pol) Sulistyo Ishak, penyidik harus bersikap netral dalam menerima laporan pencemaran nama baik, ketika polisi menerima laporan tersebut, tidak berarti polisi berpihak kepada pelapor, namun polisi juga harus menelisik apakah memang betul ada unsur pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan, apabila tidak memenuhi unsur pidana, maka penyidikannya bisa dihentikan.
Jaksa Agung, Hendarman Supandji juga telah mengakui ketidakprofesionalan anak buahnya dan telah memerintahkan dilakukannya eksaminasi khusus, segala sesuatu yang menyangkut penanganan perkara tersebut. Bahkan menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga, jika ditemukan indikasi suap dalam kasus tersebut, maka jaksa yang menangani kasus tersebut dapat langsung masuk ke pengawasan fungsional, bahkan bisa juga dipidana. Namun kenyataannya kini, jaksa penuntut tetap melanjutkan tuntutannya dengan alasan mereka meyakini Prita memang telah melakukan pencemaran nama baik.
Kasus Prita ini jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia untuk mengeluarkan pendapat, perlindungan terhadap pasien, dan indikasi buruknya pelayanan kesehatan di negeri ini. Banyaknya keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan di rumah sakit akan terus berlanjut karena pihak rumah sakit dapat berlindung di balik pasal-pasal karet tentang pencemaran nama baik, tergantung pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Kasus ini juga akan menjadi pertaruhan kredibilitas aparat penegak hukum kita di mata internasional yang semakin buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar