Senin, 15 November 2010

Belajar Jadi Orang Indonesia dari Obama

“Pulang kampung nih!” kata Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Hussein Obama dengan Bahasa Indonesia yang fasih dalam kuliah umumnya yang memukau di hadapan 6.000 orang di Balairung Universitas Indonesia, Depok. Ucapannya tersebut disambut aplaus meriah dan gelak tawa. Dalam pidatonya selama 30 menit tersebut, Obama juga menyebut Indonesia adalah bagian dari dirinya.


Obama yang di masa kecilnya pernah tinggal dan bersekolah di Jakarta ini bercerita bahwa dirinya dan keluarga sempat pindah ke Menteng Dalam. Di sanalah Obama belajar bermain layangan, menangkap capung, dan mengenal makanan khas Indonesia, seperti bakso dan sate. Obama bahkan masih ingat bagaimana penjual bakso dan sate menjajakan dagangannya dulu. Obama dengan fasih masih dapat meniru teriakan penjual bakso dan sate. “Bakso! Sate! Enak, ya?” Katanya disambut gelak tawa hadirin.


Hal yang juga diingat oleh Obama adalah keramahan orang Indonesia yang menyambut kedatangannya ketika itu dengan senyuman. Teman-teman masa kecilnya juga membuatnya seperti di negeri sendiri. Guru-gurunya ketika dia bersekolah di SD Asisi dan SD Negeri 1 Menteng juga membantunya belajar tentang dunia yang lebih luas. Masa kecilnya di Jakarta membentuknya menjadi orang menghargai nilai-nilai kemanusiaan.


Pada kesempatan itu Obama juga memuji Indonesia dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya sebagai nilai-nilai dasar yang dipegang bangsa Indonesia untuk menyatukan keragaman budaya maupun agama dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya, Bhinneka Tunggal Ika bisa menjadi contoh bagi dunia. Obama memuji nilai-nilai demokrasi dan semangat toleransi di Indonesia. Dia juga menunjuk masjid dan gereja yang berdampingan sebagai bukti bahwa berbagai agama di Indonesia bisa hidup berdampingan. Obama juga mengenang ayah tirinya Lolo Soetoro, seorang Indonesia dan muslim sebagai orang yang mengajarkan tentang kerukunan beragama kepadanya.


Obama di masa kecilnya memang hanya pernah tinggal dan bersekolah di Indonesia sekitar empat tahun dan ketika dewasa beberapa kali mengunjungi Indonesia dengan waktu yang singkat, namun Obama banyak belajar dari Indonesia. Obama bukan hanya tahu tentang bermain layangan, menangkap capung, makan bakso dan sate, namun lebih dari itu, Obama juga tahu banyak tentang sejarah Indonesia, perkembangan politik, kebudayaan, terorisme, hingga korupsi. Semua itu bisa kita baca dalam buku yang ditulisnya ketika masih menjadi senator di Illinois, AS yang berjudul The Audacity of Hope. Dalam buku tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana pandangan dan perhatiannya yang besar terhadap Indonesia.


Sedikit-banyak, pengalaman masa kecil dan pengetahuan Obama tentang Indonesia tentu berpengaruh dalam cara pandang dan tindakannya. Terlepas dari kekurangannya sebagai manusia biasa, Obama adalah pribadi yang bersahaja, jujur, ramah, dan sangat santun. Lihatlah bagaimana Obama yang saat ini adalah presiden negara adidaya, tanpa sungkan dan gengsi lebih dahulu menghampiri dan mengulurkan tangannya kepada Megawati Soekarnoputri dan tamu lainnya dalam jamuan makan malam di Istana Negara, suatu hal yang tidak pernah kita lihat sebelumnya dilakukan oleh para pemimpin Negara lainnya.


Obama juga sudah memberikan contoh bagaimana kita menjadi seorang pembicara yang menyenangkan, muatannya berat namun dikemas dengan simpatik. Obama juga telah mengajarkan kesantunan dalam berpolitik dengan tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang kasar dan kotor dan tetap tenang ketika dikritik oleh lawan politiknya. Meskipun dia adalah presiden sebuah negara yang menjunjung ekonomi liberal, Obama juga telah membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat miskin. Hal tersebut bisa kita lihat dari usaha dan keberhasilannya menerbitkan Undang-undang tentang perawatan kesehatan dan menganggarkan 938 miliar dolar AS untuk memastikan 30 juta warga AS yang kurang mampu untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Obama juga melakukan tax cut, yaitu pemotongan pajak bagi masyarakat menengah ke bawah dan menaikkan pajak bagi orang kaya. Kebijakan ekonomi Obama ini merupakan refleksi keadilan sosial dalam perpajakan AS. Obama secara tidak langsung telah mengamalkan sila ke-5 dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.


Pujian-pujian Obama terhadap Indonesia dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, toleransi beragama, dan sebagainya tersebut tentu bukan sekedar pujian gombal untuk mencari simpati. Jika kita lebih cerdas menelaah semuanya, sesungguhnya Obama menyelipkan pesan atau mungkin lebih tepatnya sentilan kepada kita bangsa Indonesia. Obama tidak naïf, dia mengikuti dan tahu persis perkembangan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang terjadi belakangan ini di Indonesia. Semestinya sanjungan Obama tersebut menyadarkan bangsa ini untuk introspeksi diri. Obama telah mengingatkan kita semua bahwa sesungguhnya Indonesia memiliki landasan hidup yang sangat baik dalam agama, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang semestinya menjadi pedoman dalam hidup agar bangsa ini bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang adil, makmur dan sejahtera. Jangan lupa, Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, apabila bukan mereka sendiri yang berusaha untuk mengubahnya.

Minggu, 07 November 2010

Welcome Obama

Setelah mengalami dua kali penundaan karena alasan di dalam negerinya, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Hussein Obama akhirnya pulang kampung. Presiden berkulit hitam pertama di AS ini memang hanya tiga setengah tahun pernah tinggal di Menteng, namun ikatan emosionalnya dengan Indonesia sangat kuat. Hal itu bisa diketahui dari bukunya, The Audacity of Hope. Dalam buku tersebut, Obama bercerita banyak tentang Indonesia. Mulai dari kenangan masa kecilnya, mengejar ayam, berlari menghindari kerbau yang ngamuk, keluyuran dengan kaki telanjang di sawah, hingga menonton pertunjukan wayang kulit. Obama mengenang masa kecilnya di Menteng sebagai masa-masa yang menyenangkan, penuh dengan petualangan dan misteri.


Meskipun Obama adalah presiden negara adidaya, namun dia tidak pernah canggung atau malu untuk menyebut dirinya sebagai Anak Menteng. Hal tersebut dia tunjukkan ketika membalas sapaan seorang pegawai di US Departement of State atau Departemen Luar Negeri AS dalam bahasa Indonesia yang fasih. Dia mengakui dirinya pernah tinggal di daerah yang bernama Menteng, namun bukan di kawasan perumahan elit Menteng, tapi di daerah kumuh Menteng Dalam yang dia terjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai below Menteng.


Dalam bukunya yang menjadi bestseller di AS tersebut, Obama bercerita banyak tentang sejarah Indonesia, perkembangan politik, kebudayaan, terorisme, hingga korupsi. Obama juga menulis bagaimana selama puluhan tahun Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri AS, mulai dari campur tangan AS yang mengancam Belanda hingga akhirnya mau angkat kaki dan mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, dukungan AS terhadap pemberontakan melawan pemerintahan Soekarno, dukungan AS terhadap militer dan pemerintahan Soeharto, hingga pembiaran terhadap pelanggaran HAM di Aceh. Obama juga secara jujur mengakui adanya kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang salah jalan, didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru sehingga mengabaikan aspirasi bangsa lain, melemahkan kredibilitas AS sendiri, dan menciptakan sebuah dunia yang lebih berbahaya.


Bagi saya pribadi, terlepas dari kekurangannya sebagai manusia biasa, Obama adalah pribadi yang bersahaja, jujur, dan berbeda dengan presiden-presiden pendahulunya di AS. Selama hampir dua tahun pemerintahannya, meskipun kebijakannya terhadap Afghanistan masih mengikuti jejak pendahulunya, Obama telah membuat kebijakan-kebijakan yang positif, seperti misalnya menarik mundur tentara AS dari Iraq, mendukung pembangunan masjid di dekat lokasi pengeboman gedung WTC di New York, melakukan pendekatan diplomasi terhadap negara-negara penentang AS seperti Iran dan Korea Utara, mendesak Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, serta upayanya yang serius untuk menciptakan perdamaian di Palestina. Semua itu tidak akan mungkin dilakukan oleh presiden AS sebelumnya, bahkan mungkin presiden setelahnya nanti. Hal tersebut dilakukan Obama bukan tanpa resiko, sebagaimana kita ketahui popularitas dirinya di dalam negeri AS terus menurun, Partai Demokrat yang mendukungnya pun mengalami kekalahan dalam pemilihan Anggota Kongres baru-baru ini. Bahkan sebagai dampak dari berbagai kebijakannya yang terkesan membela dunia Islam, dalam polling majalah Time, 24% responden sampai meyakini Obama adalah seorang muslim.


Banyak hal yang patut ditiru dari anak Menteng ini. Dengan modal pembawaannya yang percaya diri namun tenang, ramah, dan kemampuannya dalam berorasi, serta semangatnya untuk melakukan perubahan, Presiden AS pertama yang menerima penghargaan Nobel Perdamaian ini telah menjadi inspirasi bagi banyak orang sebagai simbol demokrasi, persamaan, dan perubahan.


Satu lagi kelebihan Obama yang patut ditiru oleh para politisi di negeri ini adalah kontinuitas interaksinya dengan para pendukung dan simpatisannya, termasuk melalui media internet. Bahkan untuk mendapatkan dana kampanyenya, Obama tidak meminta kepada para pengusaha, namun melalui penggalangan donasi dari para simpatisannya dengan imbalan merchandise atau tiket pelantikannya ketika itu. Obama juga telah berhasil mengegolkan Undang-undang perawatan kesehatan dan menganggarkan 938 miliar dolar AS untuk memastikan 30 juta warga AS yang kurang mampu untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Obama juga melakukan tax cut, yaitu pemotongan pajak bagi masyarakat menengah ke bawah dan menaikkan pajak bagi orang kaya. Hal tersebut sangat sesuai dengan asas equality dalam pemungutan pajak, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Kebijakan pendistribusian kekayaan ala Obamanomic ini merupakan refleksi keadilan sosial dalam perpajakan AS.


Dalam perspektif Indonesia, sila ke-5 dari dasar negara kita Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Obama, Presiden AS yang kebetulan di masa kecilnya pernah tinggal dan bersekolah di SD Asisi dan SD Negeri 1 Menteng, telah mengamalkan sila ke-5 dari Pancasila tersebut. Obama tetaplah manusia biasa, dia bukan nabi atau mesiah. Obama adalah presiden dari bangsa Amerika yang multietnis dan agama. Sebagai presiden sebuah Negara demokrasi, Obama berkewajiban melaksanakan apa yang diamanatkan oleh konstitusi negaranya dan keinginan rakyatnya yang beragam. Obama selalu berusaha untuk mengakomodir keinginan rakyatnya, bukan saja kaum kulit hitam tapi juga kulit putih, bukan saja penganut islam, tapi juga penganut nasrani dan yahudi.


Obama datang sebagai tamu Negara, oleh karenanya sudah sepatutnya kita menyambut kedatangannya dengan tangan terbuka, apalagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, dan katanya berbudi pekerti luhur, serta terkenal dengan keramah-tamahannya. Bukankah agama Islam yang dianut oleh mayoritas orang Indonesia mengajarkan kita untuk menghormati tamu? Apalagi dia adalah seorang tamu yang sangat respek terhadap Indonesia dan Islam. InsyaAllah.