Jumat, 26 Desember 2008

Ramai-ramai Bikin Iklan


Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan begitu banyak iklan instansi pemerintah di televisi. Misalnya ada iklan yang mempromosikan sekolah menengah khusus, bahkan ada instansi pemerintah sampai mengadakan kegiatan pemberian award atau penghargaan yang ditayangkan di stasiun televisi nasional yang konon menghabiskan biaya milyaran rupiah. Yang lebih memprihatinkan lagi, ada beberapa iklan yang terkesan hanya ingin menampilkan dan mempopulerkan menteri atau pejabatnya. Pertanyaannya seberapa efektifkah iklan-iklan tersebut dan yang lebih penting lagi apakah manfaatnya sebanding dengan besarnya biaya yang dikeluarkan? Bukankah akan lebih bermanfaat apabila biaya yang milyaran rupiah tersebut lebih diprioritaskan untuk dialokasikan ke biaya pembangunan dan memperbaiki ratusan sekolah yang sudah rusak atau membayar tunjangan para guru di daerah terpencil yang konon masih sering dipotong oleh para pejabatnya?

Fenomena ini sudah berlangsung cukup lama, setiap akhir tahun anggaran, instansi-instansi pemerintah akan berlomba-lomba menghabiskan anggaran, baik dengan mengadakan kegiatan-kegiatan, maupun sekedar rapat-rapat formalistik yang diselenggarakan di hotel-hotel, di luar kota, di Puncak, maupun membayar iklan di media massa yang jumlahnya milyaran rupiah. Padahal Undang-undang Dasar 1945, tepatnya Pasal 23, sudah mengamatkan agar anggaran dan pendapatan belanja negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga sudah ditegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Sungguh ironis memang, di tengah-tengah krisis ekonomi global saat ini – hal yang menjadi alasan pemerintah untuk terus mengurangi subsidi BBM, menaikkan harganya, yang kemudian berdampak pada kenaikan harga semua kebutuhan pokok – namun di sisi lain para pejabat pemerintah sendiri justru berlomba-lomba menghabiskan anggaran dan pendapatan belanja negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat yang dipungut oleh pemerintah melalui pajak.

Sebenarnya tidak semua instansi pemerintah berprilaku seperti itu, masih ada juga iklan instansi pemerintah yang cukup efektif, seperti misalnya iklan Sunset Policy-nya Dikretorat Jenderal Pajak yang bersifat informatif dan mendidik yang cukup efektif dalam mengajak masyarakat Wajib Pajak untuk ikut berpartisipasi dalam membayar pajak. Iklan seperti itu yang semestinya ditiru oleh instansi lainnya.

Inifiensi ini sesungguhnya tidak semata-mata terkait dengan mental para menteri dan pejabat struktural di bawahnya, namun juga terkait dengan kualitas atau kompetensi pejabat yang bersangkutan. Ketidakmampuan menciptakan ide atau kreasi, mengakibatkan mereka hanya mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Negeri ini masih butuh banyak aparat negara yang mempunyai integritas dan berdedikasi tinggi serta kreatif.

Minggu, 21 Desember 2008

Hari Ibu


Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
Seperti udara, kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu... Ibu...
Inginku dekap dan menangis di pangkuanmu sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa lalui sekujur tubuhku, dengan apa ku membalas? Ibu... Ibu...



Itulah bait-bait lagunya Iwan Fals yang berjudul Ibu. Setiap menyanyikan lagu ini, entah mengapa hati saya selalu bergetar dan ingin menangis. Apa yang sudah saya lakukan untuk Ibu saya, belum berarti apa-apa dibandingkan dengan pengorbanan dan doa-doanya selama ini. Beruntunglah kita yang masih mempunyai Ibu karena masih ada kesempatan buat kita untuk membalas jasa-jasanya atau setidaknya membuatnya bahagia. Jangan sampai kita mengecewakan Ibu kita. Selamat Hari Ibu.

Sabtu, 13 Desember 2008

Commercial Break



Setiap kali kita menonton sebuah acara di televisi, entah itu film, sinetron, berita, olah raga, atau musik, tentu akan diselingi oleh commercial break atau tayangan iklan dari berbagai macam produk. Sebagian dari kita mungkin merasa terganggu atau kesal dengan keberadaan iklan-iklan tersebut, namun sesungguhnya advertising atau iklan-iklan itulah yang menjadi penopang utama sebuah acara di stasiun televisi. Penghasilan stasiun-stasiun televisi di Indonesia sebagian besar berasal dari tayangan iklan. Oleh karenanya semakin tinggi rating sebuah acara, maka akan semakin lama pula durasi iklannya dan semakin tinggi pula tarif iklan yang harus dibayar oleh produsen pengiklan kepada stasiun televisi.

Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengikuti workshop penyutradaraan film iklan dengan mentor Dimas Jayadiningrat, salah satu director atau sutradara film iklan dan video klip musik papan atas di Indonesia. Beberapa film iklan yang pernah dibuatnya dan sering ditayangkan di berbagai stasiun televisi, antara lain adalah Bentoel, Star Mild, dan Promag. Pembuatan film iklan ternyata tidaklah simpel dan sesingkat durasi penayangannya yang hanya dalam hitungan detik. Pembuatan film iklan sangat kompleks dan membutuhkan kreatifitas yang sangat tinggi dari sutradara dan krunya. Bahkan menurut pandangan saya yang kebetulan pernah berkecimpung di dunia film cerita sebagai Script Writer atau Penulis Skenario, pembuatan film iklan, terutama iklan yang tematik, memerlukan daya kreatifitas yang lebih tinggi, mulai dari pre-production hingga post-production. Mengapa demikian? Karena sebuah film iklan bukan sekedar tontonan yang bertujuan menghibur, akan tetapi di dalamnya ada proses promosi, pencitraan atau image sebuah produk.

Proses terciptanya sebuah film iklan umumnya diawali dengan adanya keinginan dari client atau produsen produk tertentu untuk mengiklankan produknya di media televisi, client tersebut biasanya akan menggunakan jasa agency atau perusahaan agen iklan yang kemudian akan menghubungi PH (Production House) atau rumah produksi. PH inilah yang akan menjadi produser dan meminta seorang director atau sutradara untuk mengerjakan film iklan yang diinginkan oleh client tersebut.

Menurut Dimas Jay, untuk menghasilkan film iklan yang baik, kita harus merinci objectives atau tujuan-tujuan dari pembuatan film iklan tersebut. Dimulai dari pertanyaan What is this? Apa yang ingin diiklankan, kemudian apa temanya, apa masalahnya, bagaimana solusinya, ada dimana posisi kita saat ini, siapa yang menjadi target iklan produk kita, apa karakter brand atau merek produk yang ingin kita iklankan, dan kapan iklan itu akan dipublikasikan. Semuanya harus dijabarkan secara rinci.

Menurut Jay lagi, seorang sutradara harus mampu mengombinasikan antara style atau gaya, ide, dan teknik dalam pembuatan film iklan. Dia juga harus mampu memberikan value atau nilai pada iklan tersebut, mengeksplor tujuan-tujuan pembuatan iklan produk yang bersangkutan, membuat orang-orang percaya pada iklan tersebut, dan memberikan kesempatan kepada produk tersebut untuk tampil dan berkembang. Bahkan dalam pembuatan film iklan yang tematik, kita juga harus mampu membuat objective campaign yang diharapkan mampu mengangkat dan meningkatkan image atau citra sebuah produk, seperti misalnya dengan menampilkan ungkapan-ungkapan from zero to hero atau ordinary man who save the day, dan seterusnya.

Demikianlah sekilas proses pembuatan film iklan yang biasa kita saksikan di televisi. Bagi yang berminat membuat film iklan, bisa menggunakan tips dari Jay tersebut.

Senin, 08 Desember 2008

Hikmah Berqurban



Alhamdulillah kita bertemu lagi dengan Hari Raya Idul Adha yang mulia ini. Setiap amalan yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada kita, dibalik itu pasti ada hikmah dan manfaat, baik bagi yang melaksanakan maupun bagi masyarakat di sekitarnya. Demikian pula dengan perintah untuk berqurban di Hari Raya Idul Adha.

Hikmah melaksanakan qurban, dapat ditinjau dalam dua dimensi yang berbeda, baik dimensi vertikal maupun dimensi horizontal. Ditinjau dari dimensi vertikal atau hubungan antara manusia dengan Penciptanya, hikmah dan manfaatnya selain mendapatkan pahala yang besar, menjadikan kita sebagai orang yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah yang secara langsung akan berdampak pada peningkatan taqwa kita kepada-Nya. Sedangkan dimensi horizontalnya adalah menimbulkan dan memelihara rasa solidaritas sosial dengan sesama umat muslim dan masyarakat di sekitar kita. Makna berbagi ini akan meningkatkan rasa persaudaraan dalam masyarakat.

Demikianlah, keikhlasan Nabiullah Ibrahim AS. untuk mengorbankan putranya Ismail AS demi baktinya kepada Sang Pencipta dan Pemilik Hidup, semestinya senantiasa kita teladani dan amalkan. Berqurban pada Hari Raya Idul Adha ini sesungguhnya hanyalah trigger atau pemicu bagi kita untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Sang Pemilik alam semesta ini, Allah SWT dan menumbuhkan rasa solidaritas sosial kita kepada sesama kemudian diaplikasikan dalam prilaku hidup kita pada hari-hari berikutnya.

Harapan kita, semoga dengan momentum Hari Raya Idul Adha ini, kita bisa meraih rahmat dan berkah dari Allah sebagai bekal di akhirat kelak ketika kita kembali pada-Nya, Tuhan semesta alam. Insya Allah.

Senin, 01 Desember 2008

Obamanomic


Barack Hussein Obama akhirnya terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke-44 . Dia juga telah memilih tim ekonomi yang akan membantunya kelak mewujudkan janjinya untuk melakukan perubahan dan menolong krisis finansial yang saat ini melanda AS dan dunia. Dia telah menjanjikan kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat banyak, bukan berpihak pada golongan elit atau pengusaha besar. Salah satu janjinya yang menjadi perhatian publik adalah rencananya untuk melakukan tax cut atau pemotongan pajak bagi para buruh dan masyarakat berpenghasilan rendah di satu sisi, dan di sisi lain menaikkan tarif pajak bagi orang pribadi yang berpenghasilan di atas USD 250.000 per tahun.

Rencana kebijakan ekonomi Obama untuk menaikkan pajak orang kaya untuk kemudian didistribusikan ke orang miskin, lagi-lagi merupakan anomali bagi sebuah negara yang dikenal sebagai biangnya kapitalisme. Meski sempat dikritik oleh John McCain, saingannya dari Republican, sebagai kebijakan yang akan menjadikan AS sebagai negara sosialis, namun justru janji inilah yang diyakini banyak pihak sebagai salah satu faktor yang mendongkrak popularitas Obama dan membawanya ke gedung putih.

Rencana Obama untuk memotong pajak bagi masyarakat menengah ke bawah dan menaikkan pajak bagi orang kaya tersebut telah sesuai dengan asas dan fungsi pajak yang sebenarnya. Salah satu asas pemungutan pajak dalam The Four Maxims-nya Adam Smith adalah asas equality atau asas keseimbangan dengan kemampuan, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Sedangkan salah satu fungsi pajak adalah fungsi redistribusi pendapatan, dimana pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan, sehingga dapat membuka kesempatan kerja dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat umum. Kebijakan pendistribusian kekayaan ala Obamanomic ini merupakan refleksi keadilan sosial dalam perpajakan AS.

Dalam perspektif Indonesia, sila kelima dari dasar negara kita Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Obama, Presiden AS terpilih yang kebetulan di masa kecilnya pernah tinggal dan bersekolah di Indonesia, telah mengamalkan sila kelima dari Pancasila tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah apakah kebijakan perpajakan di Indonesia juga sudah merefleksikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?