Kamis, 13 November 2008

Bugis Street


Kata orang, kalau kita berkunjung ke Singapura, belumlah lengkap rasanya apabila kita belum mengunjungi Merlion Park, Orchard Road, dan Bugis Street. Merlion adalah patung singa yang merupakan ikon Singapura, Orchard Road adalah nama jalan dengan mal-malnya yang menjadi pusat perbelanjaan barang-barang bermerek, sedangkan Bugis Street adalah nama jalan yang dikenal bukan hanya sebagai surga belanja barang-barang dengan harga yang murah-meriah, akan tetapi juga merupakan tempat wisata malam yang terkenal sampai ke manca negara.

Berbicara mengenai Bugis Street, kita akan menemukan latar belakang sejarah yang cukup panjang dan unik. Bugis Street atau Jalan Bugis, dari namanya, tentu cukup familiar di telinga orang Indonesia sebagai nama salah satu suku terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan yang sejak dahulu terkenal dengan tradisi pelautnya. Setelah ditelusuri, ternyata memang benar, nama itu terkait dengan para pelaut Bugis. Konon dahulu, sebelum bangsa Inggris memasuki Singapura, para pelaut Bugis ini sering menambatkan perahunya di tempat itu untuk kemudian berdagang dengan penduduk setempat. Hal itu menjadi bukti bahwa para pelaut Bugis tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga hingga ke negeri seberang, bahkan namanya telah lama diabadikan sebagai nama jalan, perkampungan Bugis Village, dan pusat perbelanjaan Bugis Junction. Saya sebagai salah satu orang Indonesia yang konon berdarah Bugis, tentu ikut bangga akan hal tersebut.

Singapura hanyalah salah satu negara yang mengabadikan nama suku atau daerah di Indonesia, masih banyak negara lain yang melakukan hal yang sama, seperti Kampong Bugis di Malaysia, Distrik Bojonegoro di Suriname, dan Distrik Maccassar di Afrika Selatan. Bahkan kalau kita berkunjung ke negeri Belanda, tidak sulit bagi kita untuk menemukan bumbu masak khas Indonesia. Kita tinggal datang ke super market terdekat untuk membeli bumbu masak merek Go-Tan yang menggunakan istilah-istilah dengan Bahasa Indonesia ejaan lama, seperti roedjak, soto, sajoer lodeh, sambal nasi goreng, mihoen goreng, rempejek, dan ketjap asin. Namun sayangnya, di Indonesia sendiri banyak orang yang justru gengsi atau malu menggunakan nama-nama yang identik dengan bangsanya sendiri. Mereka lebih senang menggunakan nama-nama asing yang terkadang tidak pas, rancu, kontras, atau bahkan terkesan lucu. Menurut para budayawan, hal tersebut merupakan indikasi betapa kronisnya krisis nasionalisme yang sedang dialami oleh bangsa ini. Semoga fenomena tersebut bisa menjadi spirit bagi kita untuk menimbulkan kembali rasa bangga akan identitas bangsa kita sendiri.

5 komentar:

ISTORIE mengatakan...

Hi Adnan.
Saya sangat kagum dengan Adnan kerana Adnan banyak knowledge about Singapore.Bugis street juga terkenal the largest street shopping in Singapore and it open 7 days in a week. Cuma jangan lupa bawa wang untuk belanja di sana kerana ada lebih 600 kedai terdapat di sana. Jangan lupa ke Masjib Sultan di Arab Street yang tidak jauh dari Bugis Street untuk menunaikan solat : )

adnan mengatakan...

Thanks for comment. Yup, setiap kali ke Bugis St. saya bawa wang untuk beli banyak jam tangan dan t-shirt murah untuk ole2...:) Saat ke Bugis St. saya tak sempat ke Masjid Sultan untuk menunaikan shalat, saya biasanya shalat di Masjid Haji Mohd. Salleh di Geylang St. atau Masjid Istiqamah di Chatsworth Rd, Insha Allah nanti saya akan berkunjung ke Masjid Sultan :)

Fadhilah H mengatakan...

awak melancong ke singapore? gemar melancong ye?

adnan mengatakan...

iyelah, tapi saya belum pernah ke taj mahal seperti Fadhilah...:)

Anonim mengatakan...

wah,,keren..aku dapat pengetahuan baru nie mengenai singapore n bugis street.........makasih y dah kunjungi blogku...