Sejak lama saya sudah sering mendengar nama Mario Teguh sebagai motivator. Ketika kemudian, dia tampil secara reguler setiap akhir pekan di acara stasiun televisi MetroTV dengan tajuk Golden Ways, saya tetap tidak bergeming. Bagi saya, dia tetap seorang motivator biasa sebagaimana motivator-motivator lainnya, seperti Robert T. Kiyosaki, Tung Desem Waringin, Hermawan Kartajaya, Andrie Wongso, dan lainnya. Bahkan ketika nama dan kata-katanya banyak diperbincangkan orang, terutama kaum wanita, saya tetap tidak bergeming, bagi saya dia tetaplah seorang motivational speaker, orang yang bisanya hanya berbicara, memengaruhi orang lain untuk berpikir dan melakukan sesuatu yang positif, sementara dia sendiri belum tentu mampu merefleksikan ucapannya itu dalam kehidupan pribadinya sehari-hari.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai penasaran, mengapa sampai stasiun MetroTV menayangkannya pada jam tayang prime time setiap akhir pekannya dan mengapa semakin banyak orang yang memperbincangkannya? Saya kemudian mulai mengikuti acara Golden Ways-nya itu untuk mengetahui lebih dalam mengenai muatan dari ceramah interaktifnya itu. Setelah mengikutinya cukup lama, saya menemukan sesuatu yang saya rasa sangat bisa diterima dan cocok dengan logika, religiusitas, dan harapan saya selama ini. Sesuatu yang berbeda dan patut saya apresiasi. Mario Teguh menggunakan banyak referensi, bukan hanya teksbook dari berbagai bacaan psikologi yang berasal dari barat, tapi juga dikombinasikan dengan referensi budaya lokal dan agama. Saya bahkan selalu menemukan banyak kesamaan dalam ceramahnya dengan ajaran Islam yang saya ketahui. Namun apabila diamati cara dia menyampaikan ceramah dan penampilan fisiknya, dia terlihat seperti seorang pendeta yang pernah saya lihat di televisi maupun di kebaktian-kebaktian.
Setelah mencari informasi dari sana-sini, ternyata kesimpulan saya tadi kurang lebih sama dengan kesimpulan banyak orang. Kalau penganut Islam menganggap dia telah mengambil kandungan ayat-ayat Al-Quran untuk kemudian disamarkan dalam ceramahnya, umat Kristen pun mengklaim bahwa apa yang disampaikannya adalah ajaran Kristen, bahkan penganut Budha juga ada yang mengklaim bahwa yang dia sampaikan adalah ajaran Budha. Saya langsung teringat pada penyair Kahlil Gibran, seorang Kristen Maronit, namun menghormati dan sering menjadikan ayat-ayat Al-Quran sebagai referensinya.
Untuk mengungkap siapa sebenarnya Mario Teguh ini, yang secara fisik seperti seorang WNI keturunan, saya pun mencari tahu tentang identitasnya. Ternyata dugaan saya tidak terlalu jauh meleset, Mario Teguh memang seorang WNI keturunan. Beliau lahir dengan nama Sis Maryono Teguh, dari seorang ayah yang orang Jawa keturunan Cina, sedangkan ibunya adalah orang Bugis. Beliau lahir di Makassar, 5 Maret 1956. Menamatkan pendidikan sebagai Sarjana Pendididikan di IKIP Malang, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sophia University di Jepang, jurusan Interaksi Bisnis, dan Indiana University di Amerika Serikat. Sempat bekerja di Citibank, sebelum kemudian mendirikan perusahaan konsultan bisnis, MTSC. Menikah dengan seorang istri bernama Linna dan ayah dari seorang anak perempuan yang diberi nama Audrey. Lantas apa agamanya? Ternyata beliau adalah seorang muslim yang taat.
Keislaman seorang Mario Teguh tentu mengejutkan banyak orang. Beliau pernah bercerita mengenai pengalamannya yang mengherankan sekaligus memprihatinkan. Ceritanya begini, dalam suatu seminar, istri Mario Teguh didatangi oleh salah seorang peserta yang diketahui sebagai penganut agama Kristen yang taat. Orang itu berkomentar bahwa Mario Teguh telah menerapkan ajaran Injil dengan baik. Ketika istrinya memberitahu kalau Mario Teguh adalah seorang muslim, orang itu pun terperanjat kaget dan secara spontan berucap, “Lho, kok ada ya orang Islam yang baik macam Pak Mario?”
Tentu tidak semua orang yang menganut agama Kristen atau non muslim lainnya yang berpikir seperti itu, namun tentu tidak sedikit pula dari mereka yang berpikir seperti itu. Stigma bahwa Islam adalah agama yang eksklusif, merasa paling unggul, angkuh, tidak toleran, anarkis dan teroris tercermin dari prilaku sebagian umatnya. Terlepas dari banyaknya orang non muslim yang secara tradisi memang membenci Islam, citra Islam belakangan ini justru semakin diperburuk oleh prilaku sebagian umat Islam sendiri yang eksklusif, merasa paling unggul, angkuh, tidak toleran, dan melakukan tindakan anarkis dan terorisme.
Padahal agama Islam yang sesungguhnya dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W adalah agama yang rahmatan lil alamin, artinya agama yang mengasihi alam dan seisinya. Islam adalah agama yang mengayomi dan toleran terhadap umat beragama lain. Saat ini sangat sulit mencari seorang ulama atau pemuka agama Islam yang diterima dengan hangat dan ucapannya didengar oleh umat non-muslim. Kehadiran seorang Mario Teguh, terlepas dari kekurangannya sebagai manusia biasa, bagai oase di padang yang tandus. Mario Teguh yang inklusif dan terbuka bagi semua agama dan golongan, hadir di tengah-tengah para ulama atau pemuka agama yang sebagian sibuk memprovokasi dan mencitrakan agamanya sebagai agama yang paling unggul dan tidak toleran. Semoga kehadiran seorang Mario Teguh bisa menjadi bahan koreksi buat diri saya sendiri dan mungkin para ulama atau pemuka agama, agar bisa lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan beragama dan menjadikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Amiin.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai penasaran, mengapa sampai stasiun MetroTV menayangkannya pada jam tayang prime time setiap akhir pekannya dan mengapa semakin banyak orang yang memperbincangkannya? Saya kemudian mulai mengikuti acara Golden Ways-nya itu untuk mengetahui lebih dalam mengenai muatan dari ceramah interaktifnya itu. Setelah mengikutinya cukup lama, saya menemukan sesuatu yang saya rasa sangat bisa diterima dan cocok dengan logika, religiusitas, dan harapan saya selama ini. Sesuatu yang berbeda dan patut saya apresiasi. Mario Teguh menggunakan banyak referensi, bukan hanya teksbook dari berbagai bacaan psikologi yang berasal dari barat, tapi juga dikombinasikan dengan referensi budaya lokal dan agama. Saya bahkan selalu menemukan banyak kesamaan dalam ceramahnya dengan ajaran Islam yang saya ketahui. Namun apabila diamati cara dia menyampaikan ceramah dan penampilan fisiknya, dia terlihat seperti seorang pendeta yang pernah saya lihat di televisi maupun di kebaktian-kebaktian.
Setelah mencari informasi dari sana-sini, ternyata kesimpulan saya tadi kurang lebih sama dengan kesimpulan banyak orang. Kalau penganut Islam menganggap dia telah mengambil kandungan ayat-ayat Al-Quran untuk kemudian disamarkan dalam ceramahnya, umat Kristen pun mengklaim bahwa apa yang disampaikannya adalah ajaran Kristen, bahkan penganut Budha juga ada yang mengklaim bahwa yang dia sampaikan adalah ajaran Budha. Saya langsung teringat pada penyair Kahlil Gibran, seorang Kristen Maronit, namun menghormati dan sering menjadikan ayat-ayat Al-Quran sebagai referensinya.
Untuk mengungkap siapa sebenarnya Mario Teguh ini, yang secara fisik seperti seorang WNI keturunan, saya pun mencari tahu tentang identitasnya. Ternyata dugaan saya tidak terlalu jauh meleset, Mario Teguh memang seorang WNI keturunan. Beliau lahir dengan nama Sis Maryono Teguh, dari seorang ayah yang orang Jawa keturunan Cina, sedangkan ibunya adalah orang Bugis. Beliau lahir di Makassar, 5 Maret 1956. Menamatkan pendidikan sebagai Sarjana Pendididikan di IKIP Malang, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sophia University di Jepang, jurusan Interaksi Bisnis, dan Indiana University di Amerika Serikat. Sempat bekerja di Citibank, sebelum kemudian mendirikan perusahaan konsultan bisnis, MTSC. Menikah dengan seorang istri bernama Linna dan ayah dari seorang anak perempuan yang diberi nama Audrey. Lantas apa agamanya? Ternyata beliau adalah seorang muslim yang taat.
Keislaman seorang Mario Teguh tentu mengejutkan banyak orang. Beliau pernah bercerita mengenai pengalamannya yang mengherankan sekaligus memprihatinkan. Ceritanya begini, dalam suatu seminar, istri Mario Teguh didatangi oleh salah seorang peserta yang diketahui sebagai penganut agama Kristen yang taat. Orang itu berkomentar bahwa Mario Teguh telah menerapkan ajaran Injil dengan baik. Ketika istrinya memberitahu kalau Mario Teguh adalah seorang muslim, orang itu pun terperanjat kaget dan secara spontan berucap, “Lho, kok ada ya orang Islam yang baik macam Pak Mario?”
Tentu tidak semua orang yang menganut agama Kristen atau non muslim lainnya yang berpikir seperti itu, namun tentu tidak sedikit pula dari mereka yang berpikir seperti itu. Stigma bahwa Islam adalah agama yang eksklusif, merasa paling unggul, angkuh, tidak toleran, anarkis dan teroris tercermin dari prilaku sebagian umatnya. Terlepas dari banyaknya orang non muslim yang secara tradisi memang membenci Islam, citra Islam belakangan ini justru semakin diperburuk oleh prilaku sebagian umat Islam sendiri yang eksklusif, merasa paling unggul, angkuh, tidak toleran, dan melakukan tindakan anarkis dan terorisme.
Padahal agama Islam yang sesungguhnya dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W adalah agama yang rahmatan lil alamin, artinya agama yang mengasihi alam dan seisinya. Islam adalah agama yang mengayomi dan toleran terhadap umat beragama lain. Saat ini sangat sulit mencari seorang ulama atau pemuka agama Islam yang diterima dengan hangat dan ucapannya didengar oleh umat non-muslim. Kehadiran seorang Mario Teguh, terlepas dari kekurangannya sebagai manusia biasa, bagai oase di padang yang tandus. Mario Teguh yang inklusif dan terbuka bagi semua agama dan golongan, hadir di tengah-tengah para ulama atau pemuka agama yang sebagian sibuk memprovokasi dan mencitrakan agamanya sebagai agama yang paling unggul dan tidak toleran. Semoga kehadiran seorang Mario Teguh bisa menjadi bahan koreksi buat diri saya sendiri dan mungkin para ulama atau pemuka agama, agar bisa lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan beragama dan menjadikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Amiin.
(dari berbagai sumber)