Belum lama ini dua orang teman mengundang saya untuk ikut bergabung di dua grup facebook yang berbeda nama namun dengan tema yang sama. Grup yang pertama bernama Ganyang Malaysia dan grup satunya lagi bernama We want facebook to ban Ganyang Malaysia group. Saya lalu masuk ke dalam kedua grup tersebut. Dalam grup Ganyang Malaysia bisa ditebak isinya adalah berbagai macam kritik dan hujatan terhadap Malaysia terkait dengan berbagai macam sengketa dengan Indonesia, mulai dari kasus Blok Ambalat, Sipadan-Ligitan, reog, hingga Manohara. Sedangkan dalam grup We want facebook to ban Ganyang Malaysia group, bisa ditebak juga isinya adalah komentar tandingan yang memprotes grup Ganyang Malaysia. Membaca semua itu, tentu saya sangat prihatin. Rasanya tak elok apabila media facebook yang semestinya kita manfaatkan sebagai media silaturahmi justru dimanfaatkan untuk hal-hal yang negatif. Hari ini, tanggal 17 Juni 2009, grup Ganyang Malaysia telah di-ban oleh facebook.
Sebagai Warga Negara Indonesia yang lahir dan hidup di tanah tumpah darah Indonesia, tentu saya sangat mencintai negeri saya ini. Saya pun tidak akan rela harga diri bangsa dan negara saya yang diproklamirkan oleh para pejuang bangsa dengan mengorbankan jiwa dan raga diinjak-injak oleh negara lain. Namun demikian tidak lantas, sikap kurang simpatik dari negeri jiran itu kita balas dengan caci-maki, apalagi sampai mengobarkan semangat perang. Bukankah perang hanya akan menyengsarakan rakyat kedua negara dan bukankah setiap masalah bisa dicarikan solusinya melalui perundingan, seperti yang tengah dilakukan oleh pemerintah kedua belah pihak.
Malaysia adalah negeri serumpun dengan kita. Faktanya Indonesia dan Malaysia adalah saudara sedarah, dalam pengertian etnis, bahasa, dan agama mayoritas kedua negara ini sama. Bahkan kalau mau disensus, saya meyakini sebagian besar penduduk Malaysia yang melayu itu mempunyai hubungan historis yang tidak bisa terpisahkan dengan penduduk Indonesia, entah itu karena keturunan maupun perkawinan. Sebagai buktinya, selain memiliki kesamaan etnis, bahasa dan agama dengan penduduk Indonesia yang ada di Sumatera dan Kalimantan, di Malaysia juga terdapat beberapa daerah yang menggunakan nama etnis terbesar di Indonesia, seperti kampong Jawa dan kampong Bugis. Pusat Pemerintahan Malaysia yang megah di Putrajaya dibangun dengan menggunakan ribuan tenaga kerja dari Indonesia. Bahkan Perdana Menteri Malaysia yang sekarang, Mohammad Najib Tun Abdul Razak adalah masih keturunan raja Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Kesimpulannya, secara kultur etnis, bahasa, dan agama, tidak ada perbedaan antara Indonesia dan Malaysia, kita hanya terpisah secara politik karena kebetulan pernah dijajah oleh dua bangsa eropa yang berbeda, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, sedangkan Malaysia pernah dijajah oleh Inggris. Oleh karenanya terlalu berlebihan kiranya, apabila setiap masalah, sengketa maupun konflik harus diselesaikan dengan cara-cara kekerasan, alangkah eloknya apabila semua itu diselesaikan oleh pemerintah kedua belah pihak di meja perundingan dengan prinsip kesetaraan, persaudaraan, dan saling menghormati. Semoga.
Sebagai Warga Negara Indonesia yang lahir dan hidup di tanah tumpah darah Indonesia, tentu saya sangat mencintai negeri saya ini. Saya pun tidak akan rela harga diri bangsa dan negara saya yang diproklamirkan oleh para pejuang bangsa dengan mengorbankan jiwa dan raga diinjak-injak oleh negara lain. Namun demikian tidak lantas, sikap kurang simpatik dari negeri jiran itu kita balas dengan caci-maki, apalagi sampai mengobarkan semangat perang. Bukankah perang hanya akan menyengsarakan rakyat kedua negara dan bukankah setiap masalah bisa dicarikan solusinya melalui perundingan, seperti yang tengah dilakukan oleh pemerintah kedua belah pihak.
Malaysia adalah negeri serumpun dengan kita. Faktanya Indonesia dan Malaysia adalah saudara sedarah, dalam pengertian etnis, bahasa, dan agama mayoritas kedua negara ini sama. Bahkan kalau mau disensus, saya meyakini sebagian besar penduduk Malaysia yang melayu itu mempunyai hubungan historis yang tidak bisa terpisahkan dengan penduduk Indonesia, entah itu karena keturunan maupun perkawinan. Sebagai buktinya, selain memiliki kesamaan etnis, bahasa dan agama dengan penduduk Indonesia yang ada di Sumatera dan Kalimantan, di Malaysia juga terdapat beberapa daerah yang menggunakan nama etnis terbesar di Indonesia, seperti kampong Jawa dan kampong Bugis. Pusat Pemerintahan Malaysia yang megah di Putrajaya dibangun dengan menggunakan ribuan tenaga kerja dari Indonesia. Bahkan Perdana Menteri Malaysia yang sekarang, Mohammad Najib Tun Abdul Razak adalah masih keturunan raja Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Kesimpulannya, secara kultur etnis, bahasa, dan agama, tidak ada perbedaan antara Indonesia dan Malaysia, kita hanya terpisah secara politik karena kebetulan pernah dijajah oleh dua bangsa eropa yang berbeda, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, sedangkan Malaysia pernah dijajah oleh Inggris. Oleh karenanya terlalu berlebihan kiranya, apabila setiap masalah, sengketa maupun konflik harus diselesaikan dengan cara-cara kekerasan, alangkah eloknya apabila semua itu diselesaikan oleh pemerintah kedua belah pihak di meja perundingan dengan prinsip kesetaraan, persaudaraan, dan saling menghormati. Semoga.