Selasa, 02 Februari 2010

Anggaran Belanja Negara Tahun 2010 Mencapai Rp 1.047,7 Triliun

Belakangan ini cukup marak dalam pemberitaan polemik mengenai pembelian mobil dinas mewah bagi pejabat tinggi, rencana pemerintah menaikkan gaji para pejabat, hingga yang paling anyar adalah rencana pembelian pesawat khusus kepresidenan yang seluruhnya membutuhkan biaya yang besar. Bagi sebagian masyarakat yang tidak setuju, rencana pemerintah tersebut tentu dianggap sebagai pemborosan keuangan negara ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih memprihatinkan. Sebaliknya bagi yang pro, hal tersebut dianggap masih wajar sepanjang dana yang dianggarkan memang ada dan besarannya tidak signifikan dibandingkan dengan besaran anggaran untuk kesejahteraan rakyat.

Terlepas dari pro maupun kontra, beberapa waktu lalu, tepatnya, pada Hari Selasa, tanggal 5 Januari 2010, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2010 kepada para menteri, pimpinan lembaga negara, dan gubernur. Dalam kesempatan tersebut, Presiden memberikan arahan agar para penerima DIPA dapat meningkatkan pengelolaan anggaran negara dengan lebih transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang efisien dan dapat dipertanggung jawabkan.

Jumlah dana belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2010 direncanakan sebesar Rp 1.047,7 Triliun. Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar Rp 93,7 Triliun atau sekitar 9,8% dari realisasi anggaran belanja APBNP Tahun 2009 yang sebesar Rp 954 Triliun. Anggaran belanja negara tersebut akan digunakan oleh Pemerintah untuk melaksanakan rencana kerja Pemerintah pada tahun 2010 ini, yaitu untuk pemulihan perekonomian nasional dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat.

Dengan anggaran belanja negara yang cukup besar tersebut, tentu Pemerintah diharapkan dapat memulihkan perekonomian nasional dan memelihara kesejahteraan rakyat yang memang merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah sebagai penyelenggara negara. Namun demikian berdasarkan pengalaman pada masa-masa sebelumnya, apa yang ada di atas kertas, ketika masuk ke dalam tataran implementasi, akan sangat sulit untuk dioptimalkan. Masalah klasik yakni tidak efisien dan tidak efektifnya pengelolaan anggaran akan terjadi lagi, seperti penyerapan anggaran belanja yang rendah, tidak tepat sasaran, pemborosan, dan tingginya potensi kebocoran. Akibatnya dana belanja negara yang besar akan menguap begitu saja atau terbuang percuma karena tidak memberikan dampak yang berarti bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat.

Sementara Undang-undang Dasar 1945, tepatnya Pasal 23, sudah mengamanatkan agar anggaran dan pendapatan belanja negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, juga sudah ditegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Lantas bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Semuanya harus dibenahi, mulai dari perencanaan anggaran, realisasinya, hingga pengawasan. Pada tahap perencanaan, kementerian/lembaga negara dan pemerintah daerah perlu menetapkan prioritas penggunaan anggaran, efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran, sehingga bisa tepat sasaran dengan memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 telah diatur bahwa kementerian/lembaga negara diharuskan menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. Pemerintah hendaknya lebih selektif untuk memberikan alokasi anggaran terhadap kementerian/lembaga negara dan pemerintah daerah, dengan lebih menitikberatkan pada program-program yang hasilnya mampu secara langsung memberikan dampak terhadap kesejahteraan rakyat banyak.

Pada tahap realisasi anggaran, proses pengadaan barang dan jasa harus dilaksanakan secara terbuka dan profesional dengan mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Pengadaan secara online atau electronic procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik untuk mencegah terjadinya korupsi dan kolusi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan e-procurement, peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang dan jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, prosesnya lebih transparan, hemat waktu dan biaya, dan memudahkan dalam melakukan pertanggungjawaban keuangan. Hal tersebut dikarenakan sistem elektronik tersebut telah mendapatkan sertifikasi secara internasional. Kementerian Keuangan sendiri sudah melaksanakan dan menjadi panutan dalam e-proc tersebut melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Tahap yang tidak kalah pentingnya adalah pengawasan. Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran harus dilakukan, baik melalui lembaga pengawas pemerintah maupun non pemerintah. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat, diharapkan kecurangan-kecurangan yang biasa terjadi, seperti mark up harga, penunjukan langsung, dan lain sebagainya, dapat dihindari.

Demikianlah. Harapan kita tentunya, semoga APBN Tahun 2010 tersebut dapat dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk sebagian kecil rakyat. Semoga.

(dari berbagai sumber)