Rabu, 17 Juni 2009

Indonesia vs Malaysia

Belum lama ini dua orang teman mengundang saya untuk ikut bergabung di dua grup facebook yang berbeda nama namun dengan tema yang sama. Grup yang pertama bernama Ganyang Malaysia dan grup satunya lagi bernama We want facebook to ban Ganyang Malaysia group. Saya lalu masuk ke dalam kedua grup tersebut. Dalam grup Ganyang Malaysia bisa ditebak isinya adalah berbagai macam kritik dan hujatan terhadap Malaysia terkait dengan berbagai macam sengketa dengan Indonesia, mulai dari kasus Blok Ambalat, Sipadan-Ligitan, reog, hingga Manohara. Sedangkan dalam grup We want facebook to ban Ganyang Malaysia group, bisa ditebak juga isinya adalah komentar tandingan yang memprotes grup Ganyang Malaysia. Membaca semua itu, tentu saya sangat prihatin. Rasanya tak elok apabila media facebook yang semestinya kita manfaatkan sebagai media silaturahmi justru dimanfaatkan untuk hal-hal yang negatif. Hari ini, tanggal 17 Juni 2009, grup Ganyang Malaysia telah di-ban oleh facebook.

Sebagai Warga Negara Indonesia yang lahir dan hidup di tanah tumpah darah Indonesia, tentu saya sangat mencintai negeri saya ini. Saya pun tidak akan rela harga diri bangsa dan negara saya yang diproklamirkan oleh para pejuang bangsa dengan mengorbankan jiwa dan raga diinjak-injak oleh negara lain. Namun demikian tidak lantas, sikap kurang simpatik dari negeri jiran itu kita balas dengan caci-maki, apalagi sampai mengobarkan semangat perang. Bukankah perang hanya akan menyengsarakan rakyat kedua negara dan bukankah setiap masalah bisa dicarikan solusinya melalui perundingan, seperti yang tengah dilakukan oleh pemerintah kedua belah pihak.

Malaysia adalah negeri serumpun dengan kita. Faktanya Indonesia dan Malaysia adalah saudara sedarah, dalam pengertian etnis, bahasa, dan agama mayoritas kedua negara ini sama. Bahkan kalau mau disensus, saya meyakini sebagian besar penduduk Malaysia yang melayu itu mempunyai hubungan historis yang tidak bisa terpisahkan dengan penduduk Indonesia, entah itu karena keturunan maupun perkawinan. Sebagai buktinya, selain memiliki kesamaan etnis, bahasa dan agama dengan penduduk Indonesia yang ada di Sumatera dan Kalimantan, di Malaysia juga terdapat beberapa daerah yang menggunakan nama etnis terbesar di Indonesia, seperti kampong Jawa dan kampong Bugis. Pusat Pemerintahan Malaysia yang megah di Putrajaya dibangun dengan menggunakan ribuan tenaga kerja dari Indonesia. Bahkan Perdana Menteri Malaysia yang sekarang, Mohammad Najib Tun Abdul Razak adalah masih keturunan raja Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Kesimpulannya, secara kultur etnis, bahasa, dan agama, tidak ada perbedaan antara Indonesia dan Malaysia, kita hanya terpisah secara politik karena kebetulan pernah dijajah oleh dua bangsa eropa yang berbeda, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, sedangkan Malaysia pernah dijajah oleh Inggris. Oleh karenanya terlalu berlebihan kiranya, apabila setiap masalah, sengketa maupun konflik harus diselesaikan dengan cara-cara kekerasan, alangkah eloknya apabila semua itu diselesaikan oleh pemerintah kedua belah pihak di meja perundingan dengan prinsip kesetaraan, persaudaraan, dan saling menghormati. Semoga.

Minggu, 07 Juni 2009

Prita Mulyasari

Nama Prita Mulyasari tiba-tiba begitu populer belakangan ini. Kasus yg dialaminya tidak hanya menjadi perhatian publik di dalam negeri tapi juga sudah menyita perhatian dunia.

Kasus yg menimpa Prita memang sangat fenomenal. Bagaimana tidak, seorang yang mencurahkan perasaan kecewanya kepada temannya melalui e-mail atas pelayanan rumah sakit yg buruk terhadapnya, justru dituduh telah melakukan pencemaran nama baik, dan yang lebih luar biasa lagi, aparat hukum kita bertindak begitu agresif dengan melakukan penahanan terhadap dirinya, meski 3 minggu kemudian, atas desakan banyak orang penting, ibu dua anak yg malang itu dikeluarkan dari tahanan dan berganti status sebagai tahanan kota.

Prita dituduh telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, tepatnya dia dituduh telah melanggar Pasal 27 juncto Pasal 45 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sangat ironis memang nasib yg dialami Prita, bisa diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga pula, setelah mendapat pelayanan yg buruk di rumah sakit, sekedar hanya ingin curhat, malah dimasukkan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Sebenarnya respon yang dilakukan oleh pihak rumah sakit tersebut adalah hal yg lumrah jika ditinjau dari aspek bisnis. Tersebarnya e-mail Prita di milis internet tentu sangat merugikan marketing mereka. Yang menjadi tidak wajar adalah respon pihak rumah sakit yang berlebihan. Keberatan pihak rumah sakit atas e-mail Prita tersebut sebenarnya cukup dilakukan dengan menggunakan Hak Jawab pihak rumah sakit, tidak perlu sampai menuntut ke pengadilan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan aparat hukum yang terkesan sangat berlebihan, hanya karena e-mail curhat itu, Prita dijerat dengan Undang-undang ITE dan Pidana.

Sebagaimana diungkapkan oleh Wakadiv. Humas Polri, Brigjen. (Pol) Sulistyo Ishak, penyidik harus bersikap netral dalam menerima laporan pencemaran nama baik, ketika polisi menerima laporan tersebut, tidak berarti polisi berpihak kepada pelapor, namun polisi juga harus menelisik apakah memang betul ada unsur pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan, apabila tidak memenuhi unsur pidana, maka penyidikannya bisa dihentikan.

Jaksa Agung, Hendarman Supandji juga telah mengakui ketidakprofesionalan anak buahnya dan telah memerintahkan dilakukannya eksaminasi khusus, segala sesuatu yang menyangkut penanganan perkara tersebut. Bahkan menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga, jika ditemukan indikasi suap dalam kasus tersebut, maka jaksa yang menangani kasus tersebut dapat langsung masuk ke pengawasan fungsional, bahkan bisa juga dipidana. Namun kenyataannya kini, jaksa penuntut tetap melanjutkan tuntutannya dengan alasan mereka meyakini Prita memang telah melakukan pencemaran nama baik.

Kasus Prita ini jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia untuk mengeluarkan pendapat, perlindungan terhadap pasien, dan indikasi buruknya pelayanan kesehatan di negeri ini. Banyaknya keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan di rumah sakit akan terus berlanjut karena pihak rumah sakit dapat berlindung di balik pasal-pasal karet tentang pencemaran nama baik, tergantung pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Kasus ini juga akan menjadi pertaruhan kredibilitas aparat penegak hukum kita di mata internasional yang semakin buruk.